Senin, 27 Desember 2010

BERITA GUNUNG BROMO

Berita Bromo terbaru Kabar terkini Boromo yang saya dapatkan adalah peningkatan status dari sianga ke status awas, dimana kemungkinan gunung bromo meletus semakin besar, peningkatan status gunung bromo ini hanya memakan waktu kurang dari 24 jam, status bromo langsung naik dua tingkat Waspada jadi Siaga, lalu naik ke level tertinggi, Awas, pada Selasa 23 November 2010 pukul 23.00 WIB. Kenaikan status Bromo lebih cepat dibandingkan Merapi. Dimana saat merapi dahulu Butuh empat hari sebelum mencapai level Awas, pada 25 Oktober 2010

Belajar dari kejadia Gunung Merapi meletus,menanggapi aktifitas bromo kali ini tindakan antisipatif segera dilakukan. Wilayah radius 3 kilometer dari kawah disterilkan dari warga, juga wisatawan. Kepala Dinas ESDM Pemprov Jatim, Dewi J. Putriatni mengatakan, sterilisasi kaldera lautan pasir dilakukan untuk menghindari jatuhnya korban.
Apalagi, berdasarkan pantauan, Bromo saat ini mengeluarkan asap putih setinggi 300 meter yang mengarah ke utara. Kata Dewi, asap itu mengandung racun yang bisa membahayakan manusia.

Pemerintah Malang juga siap siaga. Terutama di Kecamatan Poncokusumo yang paling dekat dengan Bromo. Evakuasi disiapkan bila Bromo meletus. Masker siap dibagikan, sementara dapur umum lengkap dengan beras 100 ton siap dioperasikan.

Dalam hal pendanaan, Pemerintah Jawa Timur bergerak cepat. Anggaran bencana dinaikkan menjadi Rp50 miliar untuk antisipasi hal-hal tak diinginkan. Posko utama didirikan, sejumlah relawan ditarik dari Merapi. Masyarakat diminta mengemas barang-barang berharga, bersiap untuk mengungsi.

Berdasarkan pantauan seismik di pos pengamatan Gunung Bromo, Cemoro Lawang, Ngadisari Kecamatan Sukapura Probolinggo Rabu (24/11) pukul 09.45, ketinggian asap mencapai kisaran 150 hingga 200 meter. Kondisi ini jauh menurun dibandingkan dengan kondisi pagi hari yakni 200 hingga 350 meter.

Sedangkan gempa tremor Rabu siang hanya 2 hingga 3 milimeter. Menurun dibanding hari sebelumnya mencapai 5 hingga 30 milimeter. "Kondisinya saat ini kondisinya cenderung menurun. Baik secara visual maupun seismik," kata salah satu petugas pos pengamatan Gunung Bromo, Ahmad Subhan.

Ada dua kemungkinan. Aktivitas Bromo turun, atau justru gunung ini sedang menabung energi. "Yang patut diwaspadai adalah kemungkinan kedua. Karena ditakutkan sewaktu-waktu energi yang dikumpulkan dimuntahkan secara tiba-tiba," jelasnya.
Sementara, Kepala Pusat Vulkanologi dan Mitigasi Bencana Geologi, Surono meminta masyarakat tak panik, namun waspada.

Dijelaskan dia, Gunung Bromo tidak sebahaya ancaman erupsi Merapi. Sebab, karakternya beda. Letusan Bromo bersifat freatik (semburan uap air dan gas bercampur abu halus), bukan eksplosif (letusan) seperti Merapi.

“Paling-paling hanya pasir dan abu yang mengganggu kenyamanan. Tidak ada pengungsian, hotel-hotel di sekitar Bromo juga dipersilakan tetap buka," ujar Surono saat ditanyai terkait peningkatan status Bromo di kantor BPPTK Yogyakarta, Selasa malam.

Bromo, dikatakan Surono, juga tidak mengeluarkan bahaya primer awan panas ‘wedhus gembel’ yang suhunya bisa mencapai 600 derajat celsius seperti halnya Merapi. "Biasanya, erupsi Bromo berlangsung cepat. Mudah-mudahan kali ini tidak tinggi," kata dia.

Bagaimanapun, antisipasi tetap dilakukan. Apalagi Bromo telah merenggut nyawa ketika erupsi kali terakhir pada 2004. Saat itu, Bromo meletus pada Selasa 8 Juni 2004 sekitar pukul 15.20 WIB. Gunung itu memuntahkan asap hitam bercampur kerikil dan abu setinggi 3 kilometer ke angkasa.

Dua wisatawan tewas tertimbun pasir. Mereka ditemukan tergeletak di bawah anak tangga menuju kawah Bromo. Lima lainnya mengalami luka-luka.
Hujan pasir berwarna cokelat turun di Probolinggo dan Malang yang nampak gelap hari itu. Letusan besar Bromo di abad ke-20 terjadi pada 1974.

Kabar terbaru dari gunung bromo adalah para wisatawan diperbolehkan mendekat kawasan puncak gunung disekitar radius 4 km, meskipun status gunung bromo sudah pada level awas akan tetapi menurut pengamatan petugas keadaan bromo masi aman, dan para warga masih melakukan kegiatan seperti biasa,

ASAL USUL MERAPI

BAGAIMANA cerita terjadinya Gunung Merapi? Bila kita berada di wilayah Kawastu, kalangan penduduk di sana masih mempercayai bahwa Gunung Merapi adalah penjelmaan dari perubahan Gunung Jamurdipo. Menurut cerita yang beredar di sana, sebagaimana diungkapkan Lucas Sasongko Triyoga dalam bukunya, Manusia Jawa dan Gunung Merapi (Gadjah Mada University Press, 1991), sewaktu Pulau Jawa diciptakan para desa, keadaannya tidak seimbang. Karena miring ke barat. Ini disebabkan di ujung barat terdapat Gunung Jamurdipo.

Atas prakarsa Dewa Krincingwesi, gunung tersebut dipindahkan ke bagian tengah agar terjadi keseimbangan. Pada saat yang bersamaan, di tengah Pulau Jawa terdapat dua empu kakak beradik, yakni Empu Rama dan Permadi. Keduanya tengah membuat keris pusaka Tanah Jawa. Mereka oleh para dewa telah diperingatkan untuk memindahkan kegiatannya tetapi keduanya bersikeras. Mereka tetap akan membuat pusaka di tengah Pulau Jawa. Maka, Dewa Krincingwesi murka. Gunung Jamurdipo kemudian diangkat dan dijatuhkan tepat di lokasi kedua empu itu membuat keris pusaka. Kedua empu itu, akhirnya meninggal. Terkubur hidup-hidup karena kejatuhan Gunung Jamurdipo. Untuk memperingati peristiwa tersebut, Gunung Jamurdipo kemudian diubah menjadi Gunung Merapi. Artinya, tempat perapian Empu Rama dan Permadi. Roh kedua empu itu kemudian menguasai dan menjabat sebagai raja dari segala makhluk halus yang menempati Gunung Merapi.

Mitos tentang asal-usul Gunung Merapi ini ternyata juga muncul dengan versi lain di Korijaya. Menurut cerita yang terjadi di sana, ketika di dunia ini belum terdapat kehidupan manusia kecuali para dewa di Kahyangan, keadaan dunia pada saat itu tidak stabil, miring dan tidak seimbang. Batara Guru lantas memerintahkan para dewa untuk memindahkan Gunung Jamurdipo yang semula terletak di Laut Selatan, agar Pulau Jawa menjadi seimbang. Gunung itulah yang kemudian dijadikan batas utara Jogyakarta. Sebelum Batara Guru memerintahkan para dewa untuk memindahkan gunung itu, Empu Rama dan Permadi diutus membuat keris pusaka Tanah Jawa. Padahal gunung itu akan dipindahkan di tempat kegiatannya. Karena kedua empu itu diperintah Batara Guru, tak maulah mereka pindah dari situ. Sebab, ada sabda pandhita ratu, datan kenging wola-wali. Artinya, perkataan ratu tidak boleh berubah-ubah atau plin-plan.

Maka, terjadilah pertempuran. Empu Rama dan Permadi menang atas dewa-dewa. Mendengar hal itu, Betara Guru lantas memerintahkan Batara Bayu agar kedua empu itu dihukum. Dikubur hidup-hidup karena membangkang Jamurdipo. Akhirnya, menurut mitos itu, Jamurdipo ditiup dari Laut Selatan oleh Batara Bayu dan terbang kemudian jatuh tepat di atas perapian. Kejadian ini akhirnya mengubur mati kedua empu yang dinilai pembangkang itu. Karena dipindahkan ke perapian, maka Gunung Jamurdipo akhirnya dinamakan Gunung Merapi. Kedua empu itu akhirnya menjadi penguasa makhluk halus yang tinggal di Merapi.

Sesudah peristiwa itu, Barata Narada diutus Batara Guru untuk memeriksa Gunung Merapi. Ternyata ia menemukan ular naga yang belum menghadap para dewa karena terhalang air mata gunung yang bernama Cupumanik. Narada kemudian membawa Cupumanik menghadap para dewa. Cupumanik yang menyebabkan semuanya jadi terlambat, akhirnya dihukum mati. Tetapi Batara Guru murka melihat kenyataan, bahwa Cupumanik menggunakan kesaktiannya sehingga hukuman mati itu tak membawa hasil.

Oleh Batara Guru tubuh Cupumanik kemudian diangkat dan dibanting di atas tanduk lembu Andini. Andini adalah kendaraan pribadi Batara Guru. Tubuh Cupumanik hancur lebur, berantakan dan dari tubuhnya muncul seorang putrid cantik. Namanya Dewi Luhwati. Akibat bantingan yang luar biasa itu, salah satu tanduk Andini patah menjadi dua. Sedang kecantikan Dewi Luhwati membuat Batara Guru terpesona dan jatuh cinta.

Tentang asal usul nama Merapi ini, menurut Lucas, terdapat versi lain yang beredar di kalangan abdi dalem khususnya yang melaksanakan upacara Labuhan ke Merapi. Konon, di bumi telah berdiri beberapa kerajaan yang saling berperang. Salah satu kerajaan itu, yakni Mamenang, merupakan kerajaan pemenangnya. Kerajaan itu berada di bawah pimpinan Maharaja Kusumawicitra.

Waktu itu Resi Sengkala atau Jaka Sengkala atau Jitsaka— kalangan umum menyebutnya Ajisaka— telah memberikan nama-nama gunung di seluruh Jawa. Sebelum datang ke Pulau Jawa, sang resi adalah raja yang bertahta di Kerajaan Sumatri. Karena kemenangan Maharaja Kusumawicitra itu, maka segala sesuatu yang berada di bawah kekuasaannya diganti namanya disesuaikan dengan kebudayaan Mamenang.

Misalnya nama Gunung Candrageni, yang semua diberi nama Ajisaka, lantas diganti menjadi Gunung Merapi. Begitu pula dengan Gunung Candramuka, diubah menjadi Gunung Merbabu. Sehingga kita mengenal nama Gunung Merapi dan Merbabu. Begitu pula dengan Gunung Wilis, Gunung Sumbing, Gunung Lawu, Gunung Arjuna yang kita kenal sekarang itu adalah nama-nama yang diberikan oleh Maharaja Kusumawicitra.